![]() |
Rosario dan Kitab Suci |
Setelah Minggu Palma, aku menghabiskan waktu di rumah pada hari Senin, Selasa, dan Rabu pada Pekan Suci. Aku masih ingat, Rabu Pekan Suci, tahun lalu, aku pergi ke gereja bersama Antonius untuk mengikuti misa sekaligus menyerahkan formulirku kepada sekretariat paroki.
Pada saat Kamis Putih, aku tidak mengikuti Tuguran (mengenang Yesus yang pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa) karena aku tidak terlalu paham dengan Tuguran dan aku ingin menjaga kondisiku agar tetap fit sampai pembaptisanku (Tuguran itu berakhir pada tengah malam).
Aku mengikuti misa Kamis Putih sore (yang malam disertai Tuguran). Yang berbeda dari misa biasa adalah adanya pembasuhan kaki dan pemindahan Sakramen Mahakudus. Pembasuhan kaki mengenang peristiwa Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Murid-murid Yesus di sini diwakilkan dengan 12 orang pilihan yang kakinya akan dibasuh oleh Pastor.
Satu hal yang menarik, setelah penerimaan Komuni (aku belum ikut), setelah itu aku berdoa berlutut tanpa alas lutut. Karena, sebelahku adalah pasangan kakek-nenek yang membawa beberapa barang dan meletakkannya di alas lutut yang belum diturunkan. Aku bisa saja meminta mereka untuk menggeser barang-barang mereka namun tidak apa-apa, sekali-sekali aku mencobanya. Mungkin di kesempatan lain aku tidak dapat (dan sebaiknya tidak perlu) melakukannya lagi.
Pada saat Jumat Agung, suasana gereja sangat berbeda. Tidak ada musik, tidak ada suara bel dan gong, dan semua terlihat kelam, mencekam. Terutama saat pembacaan Injil yang dibacakan dengan dilagukan, suasana terasa seakan "umat menyerahkan Kristus untuk disalibkan". Sekalipun hanya berupa nyanyian, tetap suasana merasuk ke dalam diriku, bahkan lebih dari ketika aku menonton film tentang sengsara Kristus.
Setelah itu, dilakukan penciuman salib. Jadi umat secara perorangan maju menuju salib yang di sediakan dan mencium salah satu luka Kristus (tepatnya di kaki Yesus). Aku juga ikut serta.
Pada saat penerimaan Komuni, aku berada di kursi depan. Prodiakon selalu langsung membagikan Komuni di tempat duduk baris terdepan. Waktu itu, prodiakon sudah mengangkat hosti dan berkata "Tubuh Kristus". Hampir saja aku menjawab "Amin" dan berdosa. Aku langsung menyilangkan tangan di depan dada. Prodiakon itu langsung mengerti dan menuju ke kursi yang lain. Kali ini, aku diuji lagi. Memang besoknya aku akan menerima Komuni (Pertama). Di sini kesabaranku juga dilatih.
Aku diberikan tidur malam yang nyenyak oleh-Nya sehingga aku dapat bangun pada hari Sabtu Suci dengan segar dan sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar