Jumat, 21 April 2017

Pekan Suci sampai Baptisan - Part 3

Kalung Salib Baru: Tanda Kelahiran Baru
Pertama-tama aku minta maaf karena part 3 dari entri "Pekan Suci sampai Baptisan" terlambat untuk dipublish, karena aku harus benar-benar mengingat-ingat apa saja rangkaian acara selama pembaptisan.

Pada hari Sabtu Suci, aku sebisa mungkin tidak terlalu banyak melakukan aktivitas. Aku lebih banyak mempersiapkan diri dengan mengemas beberapa benda yang harus ku bawa nantinya, seperti Puji Syukur, buku Presensi Calon Baptis (buku berisi informasi katekumen dan tanda tangan kehadiran kelas katekumen, Ekaristi, dan kegiatan Lingkungan), dan juga bingkisan untuk wali baptisku. Setelah semuanya siap, aku berusaha tidur siang agar pada perayaan Malam Paskah, aku tidak mengantuk dan dapat mengikuti rangkaian acara dari awal sampai akhir.

Medali Sto. Christophorus: Tanda Penyertaan Santo Pelindung
Menurut para katekis, tahun-tahun sebelumnya pada saat perayaan Malam Paskah, banyak calon baptis yang jatuh pingsan karena terlalu gugup dan belum makan malam. Misa Malam Paskah durasinya sangat panjang (bisa sampai sekitar 3 jam). Dan dalam hal ini, aku tidak mau menjadi calon baptis pertama yang bukan jatuh pingsan namun ketiduran saat misa. =D

Misa Malam Paskah akan dimulai pukul 21:00. Aku bersama wali baptisku berangkat bersama, dan sampai sekitar 19:45 di gereja. Itu adalah permintaanku agar aku dan wali baptisku berangkat 1,5 jam sebelum misa Malam Paskah dimulai. Diadakan briefing singkat mengenai tata cara pembaptisan. Sebenarnya, hal ini sudah dijelaskan sebelumnya oleh para katekis, namun kali ini juga dijelaskan secara langsung kepada wali baptis.

Misa Malam Paskah dimulai dengan Upacara Cahaya. Seluruh lampu gereja dimatikan, lilin-lilin umat (diambil sebelum masuk gereja, di pintu gerbang) belum dinyalakan. Melalui speaker, aku bisa mendengar Pastor berkata-kata namun dia berada di luar gereja. Pastor memberkati (kalau berdasarkan buku liturgi Pekan Suci, lilin Paskah itu digores oleh Pastor sesuai urutan, namun aku tidak melihatnya karena Pastor ada di luar gereja) lilin Paskah yang sangat tinggi dan besar itu. Termasuk apinya pun diberkati. Apinya dibagikan kepada umat untuk menyalakan lilin masing-masing melalui lilin-lilin lain oleh petugas tata tertib dan misdinar. Lilin tersebut juga diarak dan pada saat tertentu, umat berlutut (kurang lebih sama seperti perarakan Sakramen Mahakudus pada Kamis Putih dan perarakan salib pada Jumat Agung).

Kemudian, ada Pujian Paskah. Bagiku, Pujian Paskah ini mirip dengan Mazmur Tanggapan (mirip bukan berarti sama), karena ada pada bagian tertentu umat menanggapi pujian tersebut. Pujian Paskah dibawakan dengan nada yang mirip dengan Prefasi (perkataan yang dikatakan Pastor sebelum menyanyikan Kudus). Yang membawakan Pujian Paskah waktu itu adalah seorang frater.

Saat Liturgi Sabda, lampu dinyalakan dan lilin umat dimatikan (lilin Paskah yang besar itu tetap menyala). Bacaan yang dibacakan lebih banyak dari misa biasa, yakni terdapat 3 Bacaan Perjanjian Lama, 4 Mazmur Tanggapan, Bacaan Epistola, dan Bacaan Injil. Setelah homili, pembaptisan dilaksanakan, diawali dengan pemberkatan air baptis dan Litani Para Kudus.

Aku cukup gugup saat itu namun tetap aku tetap dapat melaksanakan semuanya dengan baik. Akhirnya, saat air baptis itu dituangkan 3 kali di kepalaku, aku menjadi umat Katolik. Aku sungguh bangga dan senang, usahaku selama 1 tahun tidak sia-sia sama sekali, bahkan aku berhasil dengan baik. Kemudian aku diurapi dengan minyak di ubun-ubun (Sakramen Penguatan terpisah di gerejaku), diberikan kain putih, dan lilin baptis.

Aku juga menerima Komuni Pertamaku. Dari awal, aku sempat "iri" melihat mereka yang sudah bisa menerima Komuni sedangkan aku hanya duduk diam, sekarang aku bisa ikut serta dengan mereka menerima Komuni.

Sepulang dari gereja, aku memberikan hadiah kepada wali baptisku sebagai tanda terima kasihku. Aku pulang dengan perasaan bangga dan sangat senang, tetap bersemangat walaupun sudah tengah malam.

Selasa, 18 April 2017

Pekan Suci sampai Baptisan - Part 2

Rosario dan Kitab Suci
Setelah Minggu Palma, aku menghabiskan waktu di rumah pada hari Senin, Selasa, dan Rabu pada Pekan Suci. Aku masih ingat, Rabu Pekan Suci, tahun lalu, aku pergi ke gereja bersama Antonius untuk mengikuti misa sekaligus menyerahkan formulirku kepada sekretariat paroki.

Pada saat Kamis Putih, aku tidak mengikuti Tuguran (mengenang Yesus yang pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa) karena aku tidak terlalu paham dengan Tuguran dan aku ingin menjaga kondisiku agar tetap fit sampai pembaptisanku (Tuguran itu berakhir pada tengah malam).

Aku mengikuti misa Kamis Putih sore (yang malam disertai Tuguran). Yang berbeda dari misa biasa adalah adanya pembasuhan kaki dan pemindahan Sakramen Mahakudus. Pembasuhan kaki mengenang peristiwa Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Murid-murid Yesus di sini diwakilkan dengan 12 orang pilihan yang kakinya akan dibasuh oleh Pastor.

Satu hal yang menarik, setelah penerimaan Komuni (aku belum ikut), setelah itu aku berdoa berlutut tanpa alas lutut. Karena, sebelahku adalah pasangan kakek-nenek yang membawa beberapa barang dan meletakkannya di alas lutut yang belum diturunkan. Aku bisa saja meminta mereka untuk menggeser barang-barang mereka namun tidak apa-apa, sekali-sekali aku mencobanya. Mungkin di kesempatan lain aku tidak dapat (dan sebaiknya tidak perlu) melakukannya lagi.

Pada saat Jumat Agung, suasana gereja sangat berbeda. Tidak ada musik, tidak ada suara bel dan gong, dan semua terlihat kelam, mencekam. Terutama saat pembacaan Injil yang dibacakan dengan dilagukan, suasana terasa seakan "umat menyerahkan Kristus untuk disalibkan". Sekalipun hanya berupa nyanyian, tetap suasana merasuk ke dalam diriku, bahkan lebih dari ketika aku menonton film tentang sengsara Kristus.

Setelah itu, dilakukan penciuman salib. Jadi umat secara perorangan maju menuju salib yang di sediakan dan mencium salah satu luka Kristus (tepatnya di kaki Yesus). Aku juga ikut serta.

Pada saat penerimaan Komuni, aku berada di kursi depan. Prodiakon selalu langsung membagikan Komuni di tempat duduk baris terdepan. Waktu itu, prodiakon sudah mengangkat hosti dan berkata "Tubuh Kristus". Hampir saja aku menjawab "Amin" dan berdosa. Aku langsung menyilangkan tangan di depan dada. Prodiakon itu langsung mengerti dan menuju ke kursi yang lain. Kali ini, aku diuji lagi. Memang besoknya aku akan menerima Komuni (Pertama). Di sini kesabaranku juga dilatih.

Aku diberikan tidur malam yang nyenyak oleh-Nya sehingga aku dapat bangun pada hari Sabtu Suci dengan segar dan sehat.

Pekan Suci sampai Baptisan - Part 1

Salib di Kamarku dengan Daun Palma
Ini juga sudah lebih dari sebulan aku tidak menambah entri. Terima kasih atas doa-doa para pembaca sekalian, karena telah menerima pembaptisanku pada Misa Malam Paskah yang agung dan khidmat.

Aku akan memulai cerita dari Minggu Palma, karena Minggu Palma adalah awal dari Pekan Suci. Aku memang cukup nekat kali itu, karena aku langsung mengikuti misa dengan perarakan (padahal aku tidak pernah ikut misa Minggu Palma sebelumnya). Aku segera membeli buku liturgi Pekan Suci yang harganya tidak sampai 10 ribu. Buku itu sangat membantu aku dalam merayakan misa-misa pada Pekan Suci yang tata caranya asing bagiku.

Sehari sebelumnya, aku mengambil entah daun apa (yang jelas bukan daun palma) yang bentuknya mirip dengan daun palma. Tanaman tersebut terletak di tanah kosong (jadi tidak ada pemiliknya). Papaku dengan keras membujuk aku untuk mengambil daun palma dari tanaman palma milik orang lain tanpa seizin pemiliknya. Aku bersikeras menolaknya. Entah apa yang terlintas di pikirannya waktu itu. Mungkin ini salah satu ujian bagiku

Ternyata, daun palma telah disediakan dari gereja. Dan akhirnya, daun entah-apa-itu aku buang sepulang misa Minggu Palma.

Perarakan dilakukan di jalan depan gereja. Setelah perarakan, aku menentukan "tahun depan kalau aku ikut misa Minggu Palma, aku akan pilih misa dengan perarakan." Perarakan tersebut sungguh mengingatkan aku akan peristiwa Yesus memasuki kota Yerusalem.

Bacaan Injil dibacakan dengan cara bergantian (antara lektor dan lektris, dengan Pastor sebagai peran Kristus). Sisanya, misa berjalan seperti biasa.

Aku pulang dengan pengalaman baru. Pengalaman ini tentu akan berguna untuk tahun-tahun ke depan ketika aku mengikuti misa Minggu Palma.